Senin, 27 Maret 2017

DHF (Dengue Haemorrhagic Fever)

DHF ( Dengue Haemorrhagic Fever )



         A.  PENGERTIAN
Demam Dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik.
Menurut WHO Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi salah satu dari empat virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, nyeri sendi yang disertai leukopenia,ruam, limfadenopati,trombositopenia.

 B.   KLASIFIKASI

Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue:
DD/DBD
Derajad
Derajat
Laboratorium
DD
Demam disertai: mialgia, sakit kepala, nyeri retroorbital, artralgia
Leukopenia Trombositopenia, tidak ditemukan bukti ada kebocoran plasma
Serologi dengue (+)
DBD
I
Gejala diatas ditambah uji bendung (+)
Trombositopenia (<100.000/ul) bukti ada kebocoran plasma
DBD
II
Gejala diatas ditambah perdarahan spontan
DBD
III
Gejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)
DBD
IV
Syok berat disertai dengan TD dan Nadi tidak terukur

Klasifikasi derajat DHF menurut WHO:
Derajat 1
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet (+)
Derajat 2
Derajad 1 disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau perdarahan lain
Derat 3
Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah
Derajat 4
Syok berat, nadi tidak teraba dan TD tidak dapat diukur

   C.  ETIOLOGI

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk. Virus dengue ini termaksud kelompok B Arthropod Virus ( Arbovirus) yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi dari salah satu serotipe menimbulkan antibodi terhadap virus yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk untuk serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan terhadap serotipe lain.
Beberapa pasien demam berdarah terus berkembang menjadi demam berdarah dengue yang berat. Biasanya demam mulai mereda pada 3-7 hari setelah onset gejala. Pada pasien juga bisa didapatkan tanda peringatan yaitu sakit perut, muntah,demam, perdarahan .

 D.  FAKTOR RISIKO

Pada wanita lebih berisiko mendapatkan manifestasi berat setalah terinfeksi virus dengue karena secara teori diyakini wanita lebih cenderung dapat meningkatkan permeabilitas kapiler dibanding dengan laki-laki. Selain itu orang kulit putih infeksi dengue lebih berat dibanding dengan orang kulit hitam karena virus lebih banyak berkembang biak pada sel mononuklear orang kulit putih. Infeksi virus dengue lebih sering terjadi pada orang yang memiliki status gizi yang baik dibanding dengan malnutrisi. Pada orang yang memiliki indeks masa tubuh tinggi, kapiler mereka secara interinsik lebih mungkin bocor sehingga bisa menjadi lebih buruk dalam infeksi dengue.

 E.PATOFISIOLOGI dan PATOGENESIS

DBD terjadi pada sebagian kecil dan dari penderita DB meskipun DBD dapat terjadi pada pasien yang baru terserang db untuk pertama kalinya. Sebagian besar kasus DBD terjadi pada pasien dengan infeksi skunder. Hubungan antara kejadian DBD/DSS dengan infeksi DB sekunder melibatkan sistem imun pada patogenesisnya.Baik imunitas alamiah seperti sistem komplemen dan sel NK, maupun imunitas adaptif, termaksud humoral dan imunitas dimediasi sel terlibat dalam proses ini. Kenaikan aktivasi imun,khususnya pada infeksi skunder, menyembakan respon sitokin yang berlebihan sehingga merubah permeabilitas pembuluh darah. Selain itu, produk dari virus seperti NSI juga berperan dalam mengatur aktivasi komplemen dan permeabilitas pembuluh darah
            Tanda penting dari DBD adalah meningkatnya permeabilitas vaskular sehingga terjadi kebocoran plasma, volume intravaskuler berkurang, dan syok di kasus yang parah.kebocoran plasma bersifat unik karena plasma yang bocor selektif, yaitu di pleura dan rongga abdomen serta priode pendek (24-48 jam) pemulihan cepat dari syok tanpa sequele dan tidak adanya inflamsi pada pleura.
            Berbagai sitokin yang memiliki efek meningkatkan permeabilitas terlibat dalam patogenesis DBD. Akan tetapi, hubungan penting antara sitokin dengan DBD masih belum diketahui. Lebih banyak jumlah virus pada pasien DBD dibanding DB telah terbukti di berbagai penelitian. Level protein virus,NSI,juga lebih tinggi pada pasien DBD. Derajat banyak virus berkorelasi dengan ukuran keparan penyakit, seperti jumlah efusi pleura dan trombositopenia, mengindikasikan bahwa jumlah virus merupakan kunci penentu keparahan penyakit. Infeksi virus dengue mengakibatkan munculnya respon imun baik humoral maupun seluler antara lain anti netralisasi, antikomplemen, antibodi IgG dan IgM akan mulai terbentuk pada infeksi primer dan akan meningkat pada infeksi skunder. Antibod tersebut dapat ditemukan dalam darah pada demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama- ketiga dan menghilang setelah 60 – 90 hari.

  F. MANIFESTASI KLINIS

  1. Demam Dengue : demam akut selama 2-7 hari
Tanda dan gejala : nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia dll.
       2. Demam Berdarah Dengue:
-riwayat demam dengue bersifat bifasik
-Manifestasi perdarahan berupa; uji torniquet (+), petekie, perdarahan mukosa dll.
-Trombositopenia <100.000/ul
-Kebocoran plasma
2.       Sindrom Syok Dengue : disertai kegagalan sirkulasi

 G.  PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      UJI TOURNIQUET (RUMPLE LEED)
Tujuan Untuk menguji kasar resistensi vaskular dan jumlah serta fungsi platelet; untuk mendeteksi kelainan sistem vaskular dan trombosit.
      Alat
-          Tensimeter
-          Stetoskop
-          Timer
      Langkah Kerja
  1. Pasang manset pada lengan atas
  2. PPompa tensimeter untuk mendapatkan atau menentukan sistol dan diastol
  3. asang lagi manset tensimeter dan beri tekanan sebesar ((sistol+diastol):2), pertahankan tekanan ini selama 5 menit
  4. Longgarkan manset, dan perhatikan timbulnya petekie pada kulit di volar lengan bawah sepertiga bagian proksimal medial
  5. Uji dinyatakan positif (+) apabila didapatkan 10 atau lebih petekie
Hasil : Nilai rujukan yang digunakan untuk menentukan hasil uji tourniquet atau rumple leed sebagai berikut:
HASIL
JUMLAH PETEKIE
ABNORMAL
> 20 petekie
NORMAL
< 10 petekie
DUBIA (ragu-ragu)
10-20 petekie

2.      RADIOLOGI
Tujuan untuk menemukan efusi pleura akibat rembesan plasma. Pada foto dada terdapat efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi bila terjadi perembesan hebat, efusi pleura ditemui di kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral.

3.      Imunoserologi IgM dan IgG
Pemeriksaan antibodi IgG dan IgM yang spesifik berguna dalam diagnosis infeksi virus.
Nilai Normal :

HASIL
INTERPRTASI
Ig G
Ig M
+
+
Dengue sekunder
-
+
Dengue primer
+
-
Dugaan dengue sekunder
-
-
Non dengue

4.      Pemeriksaan Darah Trombosit
Tujuan Untuk mengetahui jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam darah vena atau arteri.
Nilai Normal : 150.000-450.000/mm3
      Umumnya terdapat trombositopenia hari ke 3-8.
      Biasanya dihitung dengan menggunakan larutan Rees Echer
5.      Pemeriksaan Darah Leukosit
Tujuan Untuk mengetahui jumlah leukosit dalam mm3 darah.
Nilai Normal4.000-9.000/mm3
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (>15% jumlah total leukosit) yang pada fase syok meningkat. Biasanya dihitung dengan Larutan Turk
6.      Pemeriksaan Darah Hematokrit
Tujuan Untuk mengukur volume sel darah merah dalam persen darah total, nilai normal bergantung umur dan jenis kelamin.
Nilai Normal : wanita:37-47% (hamil >33%) dan laki-laki:42-52%
7.      Pemeriksaan Darah Hemoglobin
Tujuan Untuk mengevaluasi kandungan hemoglobin (besi dan kapasitas bawa oksigen) eritrosit dengan mengukur jumlah gram hemoglobin per 100 darah(dl).
Nilai Normal :wanita:  12,0-16,0 g/dl dan laki-laki:13,5-18,0 g/dl
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi kebocoran atau perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan keluar dan menyebabkan hemokonsentrasi. Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/dl. Pemeriksaan hemoglobin dapat dilakukan dengan metode sahli dan fotoelektrik.

H.  PENATALAKSANAAN MEDIS

1.      PARASETAMOL
Indikasi :
a. Antipiretik/menurunkan panas, misal setelah imunisasi atau influenza
b. Analgesik/mengurangi rasa sakit, misal sakit kepala, sakit gigi dan nyeri
Kontraindikasi
a.Penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat
b.Penderita yang hipersensitif terhadap parasetamol
Dosis dan SediaanDosis parasetamol untuk dewasa 300mg/g per kali dengan maksimum 4 g per hari. Anak 6-12 tahun 150-300 mg/kali, maksimum 1,2g/hari. Anak 1-6 tahun 60-120 mg/kali dan bayi dibawah 1 tahun 60 mg/kali. Dosis sediaan tablet 500mg dan sirup 120mg/5ml.
2.      Protokol I
Penanganan DBD dewasa tanpa syok. Dilakukan pemeriksaan Hemoglobin,hematokrit dan trombosit bila:
a.      Hb,Ht dan trombosit normal pasien dapat dipulangkan dengan anjuran control
b.      Hb,Ht normal tetapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat
c.       Hb,Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat

3.      Protokol II
Pasien dengan DBD tanpa pendarahan spontan,massif dan tanpa syok, diberikan cairan infus kristaloid. Dengan rumus 1500+(20×(BB dalam Kg-20)).
4.      Prokol III
Peningkatan Ht>20% menunjukan bahwa tubuh mengalami deficit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infuse cairan kristaloid sebanyak 6-7ml/kg/jam. Pasien dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan.
            Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urine meningkat, maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Jika setelah pemberian terapi cairan awal 6-7ml/kg/jam tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, produksi urine menurun  maka harus menaikan jumlah cairan infuse menjadi 10 ml/kg/jam .
5.      Protokol IV
Penatalaksanaan sindrom syok dengue pada dewasa . Penanganannya merupkan pemberian terapi cairan kristaloid dan pemebrian oksigen 2-4 liter/menit. Pada fase awal ,cairan kristaloid sebanyak 10-20ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila teratasi cairan dikurangi menjadi 7ml/kgBB/jam.      
Apabila belum diatasi maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB/jam dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit . Bila niali hemaktrokit meningkat berarti prembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan kristaloid tepat. Dan apabila hemaktokrit menurun berarti terjadi pendarahan internal maka klien diberikan tranfusi darah 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan
6.      Pemberian cairan melalui infus
            Pemberian cairan melalui intravena (biasanya renger asam laktat/RT, NaCl) merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan.

  I. PENATALAKSANAAN NON MEDIS

a.                   a. Memberikan minum sebanyak-banyaknya
  1. Batasi aktifitas
  2. Diet makan lunak
  3. Tirah baring
  4. Lakukan kompres degan air dingin
  5. Mengkonsumsi jambu biji merah
  6. Pemberian cairan yang cukup, cairan diberikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi akibat dari demam tinggi, anoreksia dan muntah.
J.     KOMPLIKASI
            -Hipertermi
-Perdarahan
-Efusi pleura
-Hepatomegali

K. Diagnosa Keperawatan
1.Hipertermi b.d Penyakit
2.Kekurangan voume cairan b.d Kehilangan cairan aktif
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan mencerna makanan
4. Risiko Perdarahan

 LDAFTAR PUSTAKA
Andriani, Ni Wayan E. 2014. Kajian Penatalaksanaan Terapi Pengobatan Demam Berdarah
Dengue(DBD) pada Penderita Anak yang Menjalani Perawatan di RSUP PROF. DR. R.D Kandou. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol.3 No.2, Mei 2014 ISSN 2302-2493
Ngastiyah. 2010. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta:EG

Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta: Sagung
            Seto
Garna, Herry. 2013. Buku Ajar Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis. Jakarta: Sagung Seto















KRETINISME

KRETINISME



A.   Pengertian
a)      Kretinisme adalah suatu kondisi akibat hipotiroidisme ekstrem yang di derita selama kehidupan janin, bayi, atau kanak-kanak, dan terutama di tandai dengan gagalnya pertumbuhan tubuh anak tersebut dan retardasi mental
b)      Kretinisme adalah suatu kelainan hormonal pada anak-anak. Ini terjadi akibat kurangnya hormon tiroid. Penderita kelainan ini mengalami kelambatan dalam perkembangan fisik maupun mentalnya. Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau pada awal masa kanak-kanak
c)      Kretinisme yaitu perawakan pendek akibat kurangnya hormon tiroid dalam tubuh
d)     Kretinisme merupakan hipotiroidisme yang berat terjadi sewaktu bayi. Penderita menjadi cebol dan imbisil. Terjadi pada umur 2-3 bulan dengan gejala lidah tebal, kedua mata lebih besar dari biasa, somnolen, kulit kasar kekuningan, kepala besar, suara serak, sering konstipasi, ekspresi seperti orang bodoh

B.   Klasifikasi 
1.      Kretin Endemik
Istilah kretinisme mula-mula dignakan untuk bayi yang lahir pada daerah-daerah dengan asupan iodium yang rendah serta goiter endemik. Kretin endemik merupakan kelaianan akibat kekurangan iodium yang berat pada saat masa fetal dan merupakan indikator klinik yang penting bagi gangguan akibat kekurangan iodium.
Tanda-tanda klinis yang menonjol, yaitu :
  1. Retardasi mental,
  2. Postur pendek,
  3. Muka dan tangan tampak sembab,
  4. Sering kali dengan tuli mutisme dan tanda-tanda kelainan neurologis,
  5. Median kadar iodium urin <25 Miu g/L.

Kretin endemik yang disebabkan kekurangan yodium mencakup 3 hal, yaitu: Epidemiologis, klinis dan pencegahan. Secara epidemiologis kretin endemik selalu berhubungan dengan defisiensi yodium yang berat dan secara klinis gejalanya disertai dengan adanya defisiensi mental. Defisiensi mental meliputi gejala neurologisyang terdiri atas gangguan pendengaran dan berbicara, gangguan berjalan, sikap berdiri yang khas,gejala yang menyolok lain adalah gangguan pertumbuhan (cebol) dan hipotiroidisme, Dari sisi pencegahan, kretin endemik dapat dicegah dengan menggunakan iodium, dan jika hal ini dilakukan dengan adekuat maka terjadinya kretin endemik dapat dicegah.
Seseorang dikatakan kretin endemik apabila dia menunjukan gejala dua atau lebih dari tiga gejala ini, yaitu retardasi mental, tuli perseptif nada tinggi, gangguan neuromuskuler. Kretin endemik dapat disertai atau tidak disertai dengan hipotiroidisme.

a)      Kretin Endemik Tipe Nervosa
Ditandai dengan : Retardasi mental yang sangat berat, gangguan pendengaran dan bisu tuli, starbismus, adanya sindrom paresis sistem piramidalis khususnya tungkai bawah dan kadang-kadang disertai sindroma ekstrapiramidalis, sikap berdiri dan cara berjalan yang khas,spastik dan ataksik, kadang – kadang sampai tidak mampu berdiri. Utamanya adalah defisiensi intelektual, tuli yang menggambarkan keterlibatan neocortex, cerebri, ganglion badal dan cocklea.
b)      Kretin Endemik Tipe Miksedematosa
Ditandai dengan : Retardasi mental dengan derajat yang lebih rendah dari tipe nervosa, adanya tanda-tanda hipotirpidi klinik : tubuh sangat pedek(cebol), miksedema, kulit kering,rambut jarang, perkembangan seksual terlambat. Kadang disertai gangguan neurologik, yaitu spastisitas tungkai bawah, refleks plantaris, serta ganguan cara berjalan.

2.      Kretin Sporadik/Hipotiroid Kongenital
Kretin sporadik atau dikenal juga sebagai hipotiroid kongenital berbeda dengan kretin endemik. Penyebab terjadinya kretin sporadik adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi baru lahir oleh karena kelainan pada kelenjar tiroid, seperti tidak adanya kelenjar tiroid(aplasia), kelainan struktur kelenjar (displasia, hipoplasia). Lokasi abnormal ( kelenjar ektopik ) atau ketidakmampuan mensintesis hormon karena gangguan metabolik kelenjar tiroid. Kelaianan tersebut dapat terjadi di kelenjar tiroid sehingga disebut hipotirid kongenital primer. dan jika di batang otak (hipofisis atau hipotalamaus) maka disebut hipotiroid sekunder atau tersier. 
C.   ETIOLOGI

1.      Kretin Endemik   
Kretinisme Endemik merupakan kelainan akibat kekurangan iodium yang berat pada saat masa fetal dan merupakan indikator klinik yang penting bagi gangguan akibat kekurangan iodium. Karena kerusakan otak derajat berat akibat defisiensi iodium selama masa fetal.
defisiensi hormon tiroid yang terjadi pada ibu hamil serta janinnya pada awal trimester ke-2 kehamilan, otak mengalami perubahan yang amat cepat terhadap kekurangan yodium dimana pada saat itu hormon tiroid ibu tidak cukup,padahal kelenjar tiroid janin belum berfungsi secara adekuat sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada susunan saraf pusat atau timbul kelainan kretin nervosa.

2.      Kretin Kongenital/ Sporadik
Kretin sporadik atau dikenal juga sebagai hipotiroid kongenital berbeda dengan kretin endemik. Etiologi kretin sporadik bukan karena defisiensi yodium tetapi kelenjar tiroid janin yang gagal dalam memproduksi hormon tiroid secara cukup karena berbagai macam sebab.Penyebab terjadinya kretin sporadic atau hipotiroid congenital adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi baru lahir oleh karena kelainan pada kelenjar tiroid seperti tidak adanya kelenjar tiroid (aplasia), kelainan stuktur kelenjar (diplasia,hipoplasia), lokasi abnormal (kelenjar ektopik) atau ketidakmampuan mensintesis hormon karena gangguan metabolik kelenjar tiroid (dishormonogenesis). Kelainan tersebut dapat terjadi di kelenjar tiroid sehingga disebut hipotiroid kongenital primer, dan jika terjadi di otak (hipofisis atau hipotalamus) maka disebut hipotiroid sekunder atau tersier. Kekurangan hormon tiroid juga dapat bersifat sementara (transient) seperti pada keadaan difesiensi yodium, bayi prematur maupun penggunaan obat antitiroid yang diminum ibu. 
D.   FAKTOR RISIKO 
Gen : Akan lebih berisiko anggota keluarga yang terkena tumor hipofisis. Umur : Pada Kretinisme anak-anak lebih berisiko disbanding orang dewasa. 
E.   PATOGENESIS
Patogenesis kretin endemik diduga karena kerusakan otak derajat berat akibat defisiensi iodium selama masa fetal. Hal ini terjadi karena defisiensi hormon tiroid yang terjadi pada ibu hamil serta janinnya. Pada awal trimester ke-2 kehamilan, otak mengalami perubahan yang amat cepat dan amat vulnerabel terhadap kekurangan yodium dimana pada saat itu hormon tiroid ibu tidak cukup, padahal kelenjar tiroid janin belum berfungsi secara adekuat sehingga bisa timbul kelainan kretin nervosa. Hormon tiroid ibu selama kehamilan sangat penting karena pada awal kehamilan hormon tersebut ditransfer ke pada janin.
Kretin miksedematosa terjadi karena defisiensi hormon tiroid pada tremester ke-3 sampai masa post natal atau defisiensi iodium meternal dan fetal yang masih diteruskan post natal. Dimana pada fase ini fungsi kelenjar tiroid janin sudah mulai mengambil peranan. 
F.      MANIFESTASI KLINIS KRETINISME

1.      KRETIN ENDEMIK
Gangguan perkembangan fisik (cebol), Bibir dan lidah tebal,Jarak antara kedua mata lebih besar, Kulit kasar dan kering, Muka bulat (moon face), Pertumbuhan tulang terlambat, Tumbuh gigi terlambat, Pertumbuhan terlambat seperti Tinggi badan dan Berat badan, Menurunnya kematangan hormone gonad, Rambut kepala kasar dan rapuh, Biasanya terjadi penurunan IQ, Susah konsentrasi, Gangguan sistem indra.
2.      KRETIN SPORADIK/ KONGENITAL
Pertumbuhan tinggi badan terganggu/cebol ,Suara tangis berat/parau,Lidah membesar,Hipoplasia hidung ,Kulit kasar dan kering ,Hernia umbilikalis ,Reflek tendon menurun dan terlambat, Gangguan neurologik.

G.  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.       Neonatal Hypothyroid Index (NHI, Quebec)
Konstipasi
Tidak aktif
Hipotoni
Hernia umbilikalis
Kulit kering
Lidah besar
Bercak pada kulit
Ubun-ubun kecil terbuka
Muka sembab yang khas

Apabila terdapat indeks 4 dicurigai adanya hipotiroid.
b.      Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Ditujukan untuk mengetahui fungsi pendengaran dan fungsi motorik anak, dilakukan oleh dokter dengan berpedoman pada kuesioner.Pemeriksaan fungsi pendengaran mengacu pada tes daya dengar yang dibuat Depkes.Batas normal TSH bloodspot 0.7-34 μU/ml dan FT4 bloodspot 8.0-23 μg/dl. Pemeriksaan laboratorium pada hipotiroid kongenital/kretin sporadik menunjukkan kadar TSH yang tinggi seringkali lebih dari 100 miuU/ml dan kadar serun T4 yang rendah. Pada hipotiroid kongenutal sering kali disertai dengan pembesaran kelenjar gondok (goiter) seperti defisiensi yodium dan dishormonogeneais.

H.  PENATALAKSANAAN MEDIS & NON MEDIS 
1.      Pemberian Obat
Levothyroxine disarankan untuk pengobatan. Telah direkomendasikan aman, efektif, murah, mudah dikelola, dan mudah dipantau.
Sediaan hormon dalam bentuk pil dapat diberikan dengan tepat. Pil dapat hancur dalam sendok, dilarutkan dengan sedikit ASI, air, atau cairan lainnya segera sebelum pemberian, dan diberikan kepada anak dengan jarum suntik atau pipet.
Pil tidak boleh dicampur dalam botol penuh susu formula.

2.      Interaksi Hormon Tiroid dengan Obat Lain
Hormon tiroid dapat meningkatkan kadar glukosa darah, sehingga mungkin diperlukan penyesuaian dosis insulin atau agens hipoglikemik oral.
3.      Pencegahan
Suplemen diet iodida dapat mencegah gondok endemik dan kretinisme, tetapi tidak hipotiroidisme kongenital sporadis.Iodisasi garam adalah metode biasa, namun minyak goreng, tepung, dan air minum juga telah diiodinasi untuk tujuan ini. Suntikan intramuskular long-acting minyak beryodium (lipiodol) telah digunakan di beberapa daerah, dan lipiodol juga bisa efektif.
4.      Skrining Hipotiroid Kongenital
Deteksi dini kelainan bawaan melalui skrinig bayi baru lahir merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan generasi lebih baik.Skrining atau uji saring bayi baru lahir (Neonatal Screening) adalah tes yang dilakukan pada bayi yang berumur beberapa hari untuk yang memilih bayi yang menderita kelainan kongenital dari bayi yang sehat.
Skrining hipotiroid kongenital dilakukan dengan mengambil sampel darah kapiler dari permukaan lateral kaki bayi atau bagian medial tumit, pada hari ke 2 sampai 4 setelah lahir.Darah kapiler diteteskan ke kertas saring khusus.Kertas saring tersebut dikirim ke laboratorium yang memiliki fasilitas pemeriksaan Thyroid-Stimulating Hormone (TSH). (UKK Endokrinologi IDAI, 2014). 
I.      KOMPLIKASI

1.      Pengaruh Hipotiroidisme Pada Sistem Kardiovaskular
       Kelainan kardiovaskular pada pasien hipotiroidisme di antaranya yaitu gangguan pada kontraktilitas jantung dengan penurunan curah jantung, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan volume darah.
        Adanya peningkatan resistensi pembuluh darah perifer pada hipotiroidisme merupakan akbat dari kekurangan hormon tiroid.
Peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik pada hipotiroidisme ini menyebabkan penurunan kebutuhan akan oksigen dari jaringan perifer, yang akhirnya mengakibatkan peningkatan afterload jantung.
Hal ini akan diikuti dengan adanya penurunan curah jantung dan denyut jantung.Efek terhadap tekanan darah juga terlihat dengan peningkatan tekanan diastolik dan penurunn tekanan sistolik, sehingga tekanan nadi juga berkurang.
2.      Pengaruh Hipotiroidisme Pada Sistem Pernafasan
       Beberapa kelainan pada fungsi pernafasan pasien hipotiroidisme yaitu adanya penurunan kapasitas pernafasan maksimal dan kemampuan untuk menyebarkan karbon monoksida.  Kemampuan untuk mengatasi keadaan hipoksia ventilasi pada hipotiroidisme sangat rendah, dan pengendalian terhadap hiperkania ventilasi juga sangat sering terganggu. satu dari banyak faktor yang terlibat sebagai penyebab fungsi pernafasan adalah adanya kelemahan otot pernapasan.
      Gangguan fungsi pernafasan ini merupakan hasil dari perubahan intrinsik (seperti yang disebabkan oleh ekspresi gen yang berubah dari produk gen dalam sel-sel otot) dan disfungsi dari saraf frenikus.Efek langsung hipotiroidisme terhadap fungsi paru tidak ada.Hormon ini mempengaruhi surfaktan oleh sel pneumocytes tipe II.Hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan paru dan perburukan fungsi paru.Penggunaan obat penenang, narkotika, dan hipnotik harus dihindari atau dikurangi hingga dosis minimum.Keadaan hipotiroidisme ini memperlambat metabolisme obat sehingga hal ini dapat memicu kegagalan pernafasan.
3.      Pengaruh Hipotiroidisme Pada Sistem Pencernaan
       Hipotiroidisme dapat mengalami konstipasi kronik, atoni dan hipomoliti dari saluran gastrointestinal yang dapat berlanjut menjadi ileus paralitik atau ileus miskedema. Distensi yang berat dari bagian lain di saluran pencernaan (misalnya, kerongkongan, perut, dan duodenum) juga bisa terjadi. 
J.     DIAGNOSA KEPERAWATAN 
1. Gangguan Citra Tubuh b.d Perubahan fungsi tubuh
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kelemahan sendi dan otot
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksi 
K.  DAFTAR PUSTAKA
Samsudin, M., Kumorowulan, S., dan Supadmi, S. 2014. Nilai Diagnostik Indikator Fisik Dibandingkan Baku Emas Untuk Menegakkan Diagnosis Terduga Kretin Pada Batita. MGMI Vol. 5 No. 2, Juni 2014.

Prasetyo dan Ridwan, M. 2015. Hipotiroid Kongenital. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 2 Edisi Desember 2015 ISSN: 19779-469X.

Kumorowulan, S., dan Supadmi, S. 2010. Kretin Endemik dan Kretin Sporadik (Hipotiroid Kongenital). MGMI Vo. 1 No. 3 Desember 2010: 78-119.

Smeltzer, S. C. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.