Jumat, 26 Mei 2017

HIPERTROID

HIPERTIROID












DISUSUN OLEH :

DESI HILDA
1510711052




S1 KEPERAWATAN
UPN “ VETERAN “ JAKARTA
2017





KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak sehingga tantangan itu bisa teratasi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini yang berjudul Hipertiroid . Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.




Depok, Mei 2017



Penulis







BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 latar Belakang
Penyakit hipertiroid merupakan bentuk tirotoksikosis yang paling sering dijumpai sehari-hari. Kelainan ini menyerang wanita empat kali lebih banyak daripada pada pria, terutama wanita muda yang berusia antara 20 dan 40 tahun. Disini dapat dikarenakan karena dari proses menstruasi, kehamilan dan menyusui itu sendiri menyebabkan hipermetabolisme sebagai akibat peningkatan kerja daripada hormon tiroid. Diantara penyebab tirotoksikosis spontan penyakit Graves’ adalah yang paling umum.
Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari. Pada gilirannya, pituitari diatur sebagian oleh hormon tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek umpan balik dari hormon tiroid pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut hipothalamus, juga suatu bagian dari otak. Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing hormone (TRH), yang mengirim sebuah sinyal ke pituitari untuk melepaskan thyroid stimulating hormone (TSH). Pada gilirannya, TSH mengirim sebuah signal ke tiroid untuk melepas hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari yang mana saja dari tiga kelenjar-kelenjar ini terjadi, suatu jumlah hormon-hormon tiroid yang berlebihan dapat dihasilkan, dengan demikian berakibat pada hipertiroid. Pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal). Hormon tiroid mempengaruhi hampir seluruh sistem pada tubuh, termasuk pada pertumbuhan dan perkembangan, fungsi otot, fungsi sistem syaraf simpatik, sistem kardiovaskular dan metabolisme karbohidrat.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hipertiroid  ?
2. Apa prevalensi hipertiroid ?
3. Apa klasifikasi Hipertiroid ?
4. Apa manifestasi klinis Hipertiroid  ?
5. Apa  pemeriksaan penunjang Hipertiroid ?
6. Apa penatalaksanaan Hipertiroid ?
7. Apa komplikasi Hipertiroid ?
8. Apa asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Hipertiroid ?



1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu Hipertiroid
2.      Untuk mengetahui prevalensi Hipertiroid
3.      Untuk mengetahui klasifikasi  Hipertiroid  
4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis Hipertiroid
5.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Hipertiroid  
6.      Untuk mengetahui penatalaksanaan Hipertiroid
7.      Untuk mengetahui komplikasi Hipertiroid
8.      Untuk Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Penyakit Hipertiroid  





BAB 2
LANDASAN TEORI


2.1 Definisi Hipertiroid



Hipertiroidisme adalah kondisi meningkatnya fungsi kelenjar tiroid, sehingga produksi tiroksin meningkat. (Kemenkes RI, 2012)
Hipertiroid merupakan kondisi klinik terkait dengan peningkatan hormon tiroid yang terkait dengan peningkatan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang berefek pada jaringan tubuh. (Agung Pranoto,2012 )
Hipertiroidisme adalah peningkatan kadar hormon tiroid bebas secara berlebihan yang beredar dalam sirkulasi peredaran darah tubuh akibat hiperaktivitas kelenjar tiroid yang ditandai dengan peningkatan kadar free tyroxine fT4 , thyroxine (T4), free thiidothyronine (ft3) atau triiodothyronine (T3) dan oenurunan Thyroid Stimulating Hormone (TSH). (Eren Ersantika Sari, et al. 2015)

2.2 Prevalensi Hipertiroid



Prevalensi Hipertiroid menurut provinsi tahun 2013, yaitu provinsi DIY paling banyak terkena hipertiroid dan provinsi Kalbar paling sedikit terkena hipertiroid.



Prevalensi Hipertiroid menurut karakteristik, yaitu usia 75+ lebih beresiko dibandingkan usia muda. Perempuan lebih beresiko dibanding laki-laki. Masyarakat perkotaan lebih berisiko dibandingkan masyarakat perdesaan.





Prevalensi dan perkiraan jumlah penduduk yang terkena hipertiroid tahun 2013, yaitu provisi jawa barat menempati peringkat pertama dengan penduduk terbanyak terkena hipertiroid dan provinsi papua barat menempati peringkat terakhir dengan penduduk paling sedikit terkena hipertiroid






2.3 Klasifikasi Hipertiroid

Thamrin 2007 mengklasifikasikan hipertiroidisme menjadi empat bagian:
a)      Goiter Toksik Difusa (Grave’s Disease)
            kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana zat antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid terus menerus. Grave’s Disease lebih banyak ditemukan pada wanita dari pada pria, gejalanya dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun. Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi terjadinnya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu di mana zat antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.
b)      Penyakit Tiroid Nodular (Nodular Tiroid Disease)
            Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Penyebab pastinya belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring dengan bertambahnya usia.
c)      Subakut Tiroiditis
            Ditandai denga rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah.  Umumnya gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang.
d)      Postpartum Tiroiditis
            Timbul pada 5% - 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi selama 1 – 2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan – lahan.

2.4 Etiologi Hipertiroid

Lebih dari 600 kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu penyakit tiroidautoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang berlebihan. Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves, yaitu :
a.       Toksisitas pada strauma multinudular 
b.      Adenoma folikular fungsional atau karsinoma (jarang)
c.       Edema hipofisis penyekresi torotropin (hipertiroid hipofisis
d.      Tumor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan mirip TSH atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional
e.       Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya dapat berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal

2.5 Patofisiologi Hipertiroid
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya,disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan- lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
 pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang menyerupai TSH, biasanya bahan - bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating  Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP  dalam sel,dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi  TSI  meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI  selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon hingga diluar batas,sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormone tiroid yang kalori genik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Jadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada system kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot- otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.

2.6 Manifestasi Hipertiroid

Penderita Hipertiroidisme yang sudah berkembang lebih jauh akan memperlihatkan kelompok tanda gejala yang khas (tirotoksikosis). Gejala yang ditemukan sering berupa:
-          Kegelisahan, iritabel, dan terus merasa khawatir
-          Palpitasi
-          Denyut nadi yang abnormal cepat saat aktivitas maupun istirahat
-          Tidak tahan panas dan terus berkeringat secara tidak lazim
-          Kulit kemerahan dengan warna salmon yang khas cenderung terasa hangat, lunak serta basah
-          Pasien berusia lanjut ditemukan kulit yang kering dan pruritus yang menyebar
-          Inkoordinasi yang berhubungan dengan tremor
-          Mata yang menonjol
-          Meskipun nafsu makannya amat tinggi, namun hilangnya berat badan terjadi akibat statushipermetabolisme
-          Rambut tipis dan halus
-          Kadar TH serum biasanya meningkat walaupun masih bersifat eutiroid
-          Kadar kolesterol biasanya menurun


2.7 Pemeriksaan Penunjang Hipertiroid

       Uji diagnostik meliputi pemeriksaan terhadap :
  1. Tiroksin serum (T4) yang meningkat pada hipertiroidisme
  2. TSH,rendah pada hipertiroidisme
  3. Ambilan radioaktif iodin (absorbsi) meningkat pada semua macam penyebab hipertiroidisme, kecuali tiroiditis. Pemeriksaan ini tidak akurat apabila pasien menerima iodin dalam beberapa hari sebelum pemeriksaan. Normal 10-35 %
  4. Up take T3 resin : Bertujuan untuk mengukur jumlah hormon tiroid (T3) atau tiroid binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormon tiroid bebas meningkat .
Normal : Dewasa 25-35% uptake oleh resin
Lebih dari 35% dapat terjadi hipertiroidisme  
Kurang dari 25% dapat terjadi hipotiroidsme



2.8 Penatalaksanaan Medis Hipertiroid

a.       Obat anti tiroid
Obat anti tiroid merupakan golongan obat yang digunakan untuk menekan kelebihan hormon tiroid pada pasien hipertiroidisme hingga level normal (euthyroid). Tujuan utama penggunaan obat anti tiroid adalah untuk mencapai kondisi normal secepat mungkin dengan aman dan untuk mencapai remisi. Lama penggunaan obat anti tiroid hingga mencapai remisi bervariasi antar pasien dan kesuksesan terapi sangat tergantung pada kepatuhan pasien dalam menggunakan obat (Baskin et al, 2002).
Pada pasien hipertiroidisme dengan toksik nodul atau toxic multinodular goiter obat anti tiroid tidak direkomendasikan untuk digunakan karena tidak menyebabkan remisi pada golongan pasien ini. Sedangkan pada pasien Graves’ Disease obat anti tiroid terbukti dapat menghasilkan remisi karena efek antitiroid dan imunosupresan (Ajjan dan Weetman, 2007).

b.      Jenis Obat Anti Tiroid
1) Propylthiouracil
Propylthiouracil atau biasa disingkat PTU merupakan obat antitiroid golongan thionamide yang tersedia dalam sediaan generik di Indonesia. Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah pengikatan iodine ke thyroglobulin sehingga mencegah produksi hormon tiroid. Selain itu obat anti tiroid memiliki efek imunosupresan yang dapat menekan produksi limfosit, HLA, sel T dan natural killer sel (Fumarola et al, 2010).
Keuntungan propylthiouracil dibandingkan methimazole adalah propylthiouracil dosis tinggi juga dapat mencegah konversi thyroxine (T4) menjadi bentuk aktif triiodothyronine (T3) di perifer, sehingga merupakan terapi pilihan dalam thyroid storm atau peningkatan hormon tiroid secara akut dan mengancam jiwa (Nayak dan Burman, 2006).
Propylthiouracil yang digunakan secara per oral hampir sepenuhnya terabsorpsi di saluran gastrointestinal. Karena durasi kerjanya yang hanya 12 – 24 jam maka PTU harus digunakan beberapa kali sehari (multiple dose). Hal ini menjadi salah satu alasan obat ini mulai ditinggalkan karena berkaitan dengan kepatuhan pasien. (Bartalena, 2011; Fumarola et al, 2010). Dengan dosis sesuaipropiltiourasil mengurangi penyakit Graves dalam waktu 4 sampai 8 minggu. Mungkin diperlukan hingga beberapa bulan untuk menunjukkan perbaikkan klinis secara komplit. Reaksi yang tidak diinginkan dalam skala rendah adalah alergi (ruam dan gatal)
2) Methimazole
Methimazole atau biasa disingkat MMI merupakan obat anti tiroid golongan thionamide yang menjadi lini pertama pengobatan hipertiroidisme dan merupakan metabolit aktif dari carbimazole. Carbimazole merupakan bentuk pro-drug dari methimazole yang beredar di beberapa negara seperti Inggris. Di dalam tubuh carbimazole akan diubah menjadi bentuk aktifnya methimazole dengan pemotongan gugus samping karboksil pada saat metabolisme lintas pertama (Bahn et al, 2011). Mekanisme kerja methimazole dalam mengobati hipertiroidisme sama seperti propylthiouracil yaitu menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah pembentukan hormon tiroid. Namun methimazole tidak memiliki efek mencegah konversi T4 ke T3 (Nayak dan Burman, 2006).


c.       Metode Terapi Obat Anti Tiroid
1) Block and Replacement
Pada metode block and replacement pasien diberikan obat anti tiroid golongan thionamide (propylthiouracil atau methimazole) dosis tinggi tanpa adanya penyesuaian dosis bersamaan dengan levothyroxine. Pada penderita Graves’ Disease anti tiroid dosis tinggi diharapkan dapat memberikan efek imunosupresan yang maksimal. Sedangkan pemberian levothyroxine ditujukan untuk mengganti kebutuhan hormon tiroid yang dihambat oleh obat anti tiroid dosis tinggi dan mencegah hipotiroidisme (Bartalena, 2011).
2) Titrasi
Pada metode titrasi pemberian dosis disesuaikan dengan kondisi hipertiroidisme masing-masing pasien. Dosis awal untuk methimazole 15 – 40 mg/hari diberikan single dose dan dosis awal untuk propylthiouracil 300 – 400 mg/hari diberikan multiple dose. Prinsip dari regimen dosis dengan metode titrasi adalah mencapai kondisi euthyroid secepatnya dan menghindari kondisi hipotiroidisme. Apabila kadar TSH serum meningkat dan kadar T4 telah mencapai kondisi euthyroid maka dosis obat anti tiroid diturunkan hingga mencapai dosis efektif minimal yang menghasilkan efek (Bartalena, 2011)
d.      Tiroidektomi
Tiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar tiroid.Metode terapi ini merupakan pilihan bagi pasien yang kontraindikasi atau menolak pengobatan dengan obat anti tiroid dan iodine radioaktif. Pembedahan direkomendasikan bagi pasien dengan multinodular goiter atau goiter yang sangat besar (Baskin et al, 2002).
Secara umum prosedur tiroidektomi dapat dibedakan menjadi dua metode berikut.
            1) Tiroidektomi total
            Pada prosedur ini dilakukan pengangkatan seluruh bagian kelenjar tiroid. Dengan tidak adanya kelenjar tiroid yang memproduksi hormon tiroid, pasien perlu mengonsumsi pengganti hormon tiroid oral seumur hidup.
            2) Tiroidektomi sub-total
            Pada prosedur ini hanya dilakukan pengangkatan sebagian kelenjar tiroid sehingga pasien tidak perlu mengonsumsi hormon tiroid karena kelenjar tiroid yang tersisa masih dapat memproduksi hormon tiroid.

2.9  Penatalaksanaan Non Medis Hipertiroid
A. Pencegahan
 Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko.
 Pencegahan Sekunder adalah upaya mendeteksi secara sedini suatu penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit menjadi sembuh, menghambat progesifitas penyakit.


Pencegahan  Tersier
Tujuannya untuk mengembalikan fungsi mental, fisik, dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan.
       Kontrol berkala untuk memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan/penyebaran.
       Lakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik sehat bugar dan keluarga serta masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui fisioterapi.
       Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
B. Edukasi
- Selain menjaga pola hidup sehat pasien juga sebaiknya di edukasi untuk meminum obat dan kontrol secara teratur.
- Sebaiknya pasien tetap disarankan untuk melakukan salah satu terapi untuk penyembuhan. Mengenai biaya dapat disarankan untuk menggunakan kartu keluarga miskin yang diberikan pemerintah.
- Terapi yang diberikan sebaiknya secara bertahap dan memiliki efek samping paling kecil yang disesuaikan dengan komplikasi yang mungkin timbul.
- Memberikan penyuluhan semacam edukasi pada pasien dan keluarga mengenai pentingnya mengkonsumsi zat gizi secara seimbang terhadap kesehatan tubuh dan pola hidup sehat karena reaksi autoimun kemungkinan berasal dari keadaan yang kurang terjaganya pola hidup sehat dan pola konsumsi yang tidak seimbang.

2.10  Komplikasi Hipertiroid
A.  Ophtalmopathy Graves

 Ophtalmopathy Graves adalah suatu kelainan inflamasi autoimun yang menyerang  jaringan orbital dan periorbital mata, dengan karakteristik retraksi kelopak mata atas, edema, eritem,konjungtivitis, dan penonjolan mata (proptosis). Rongga mata dibatasi oleh tulang-tulang orbita sehingga pembengkakan otot-otot ekstraokuler akan menyebabkan proptosis (penonjolan) dari bola mata dan gangguan pergerakan otot-otot bola mata, sehingga dapat pula terjadi diplopia. Bila pembengkakan otot terjadi dibagian posterior, akan terjadi penekanan nervus opticus yang akan menimbulkan kebutaan.
B. Diabetes Mellitus
Kondisi hipertiroid memicu waktu pengosongan lambung yang lebih cepat. Hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan laju metabolisme. Absorbsi glukosa di saluran cerna yang meningkat memicu peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemi) sehingga insulin yang dibutuhkan untuk membawa glukosa masuk ke sel meningkat. Jika hal ini terjadi terus menerus maka akan mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi sel Beta di pancreas sehingga produksi insulin menurun.
C. Hipotiroidisme
Dampak dari pengobatan terhadap hipertiroidisme adalah kelenjar tiroid menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroksin dan triiodotironin. Sebagai akibatnya, terjadilah hipotiroidisme. Beberapa gejala hipotiroidisme adalah kelelahan berlebihan, konstipasi dan peningkatan berat badan.
D. Krisis Tirotoksik (Thyroid Storm)
Krisis tirotoksik merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat mengancam jiwa. Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermi, dan, apabila tidak diobati mengakibatkan kematian.






BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. X
Umur : 45 tahun
Tanggal Lahir : 16 Desember 1972
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat  : Jl.Bukit Duri IV
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS :  24 Mei 2016
Status  : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan  : Ibu Rumah Tangga

3.2  Pengkajian
1. Aktivitas istirahat : otot lemah
2. Eliminasi : Urin banyak, perubahan feses : diare
3. Makanan atau cairan : Mual, muntah
4. Neurosensoris : Compos Mentis
5. Keamanan : keringat yang berlebihan,
6. Pernafasan : Takipnea, dispnea
7. Sirkulasi : tidak ada nyeri dada

3.3. Kasus
Pasien seorang perempuan , berusia 45 tahun datang ke UGD RSUD Bukit Duri  dengan keluhan Sering diare 5 ×/hari sebelum   masuk   rumah   sakit   yang dirasakan terus menerus sepanjang hari.  pasien mengeluh tangan sering gemetaran, mudah berkeringat . Selain itu, pasien juga mengeluhkan cepat lelah , mual dan muntah. Pasien merasa otot kakinya lemah, terutama saat menaiki tangga. Setiap habis makan, pasien mengeluh mual dan muntah. Dimana muntahan nya berisi makanan yang dimakan pasien. Disamping itu, nafsu makan pasien menurun. Pasien juga mengeluh cepat haus sehingga sering minum yang berakibat pasien sering buang air kecil. Mukosa klien tampak kering, turgor kulit klien buruk, CRT > 3 dtk. Bising usus pasien 21x/menit. Diagnosa medis pasien penyakit Graves.
 TTV : TD: 130/80 mmHg  RR : 26×/menit  Hr: 98×/menit  T: 36,3 °C
Hasil Lab: Natrium : 120 mmol/L ,  Kalium : 4,6 mmol/L   , Klorida  : 90  mmol/L
Hasil pemeriksaan ::
·         T4 bebas : 49,7 pmol/L
·         T4 total: 225 nmol/L
·         TSH: <0,01 μU/ml

3.4  DATA FOKUS
Data Subjektif
Data Objektif
        1. Pasien mengeluh diare 5 ×/har
     2. Pasien mengeluh tangan sering gemeteran
        3. Pasien mengeluh mudah berkeringat
        4. Pasien mengeluh cepat lelah
       5. Pasien mengeuh mual muntah
       6. Pasien mengeluh cepat haus.      
   7. Pasien merasa otot kakinya lemah, terutama saat menaiki tangga
       1. Nafsu makan pasien tampak menurun
       2.  Mukosa klien tampak kering
        3. Turgor kulit pasien buruk
        4. CRT > 3 detik
        5. Bising usus pasien 21x/menit.   
       6. TTV : TD: 130/80 mmHg  RR : 26×/menit  Hr: 98×/menit  T: 36,3 °C
      7. Hasil Lab: Natrium : 120 mmol/L ,  Kalium : 4,6 mmol/L   , Klorida  : 90  mmol/L
        8. Hasil pemeriksaan ::
T4 bebas : 49,7 pmol/L
T4 total: 225 nmol/L
TSH: <0,01 μU/ml


3.5 ANALISA DATA
No
Data fokus
Problem
Etiologi
1
Data subjektif:
         Pasien mengeluh diare 5 ×/hari
        Pasien mengeluh mual muntah
          Pasien mengeluh cepat haus
         Pasien mengeluh cepat lelah


Data Objektif
         Mukosa klien tampak kering
        Turgor kulit pasien buruk
        CRT > 3 detik
        Bising usus pasien 21x/menit
        Hasil pemeriksaan :
T4 bebas : 49,7 pmol/L
T4 total: 225 nmol/L
TSH: <0,01 μU/ml


Kekurangan volume cairan
Kehilangan cairan aktif
2
Data Subjektif
        Pasien mengeluh diare 5 ×/hari
        Pasien mengeluh mudah berkeringat
        Pasien mengeluh cepat lelah

Data Objektif
       - Turgor kulit pasien buruk
       - CRT > 3 detik
       -  Bising usus pasien 21x/menit
        TTV : TD: 130/80 mmHg  RR : 26×/menit  Hr: 98×/menit  T: 36,3 °C
    -  Hasil Lab: Natrium : 120 mmol/L ,  Kalium : 4,6 mmol/L   , Klorida  : 90  mmol/L
        - Hasil pemeriksaan :
T4 bebas : 49,7 pmol/L
T4 total: 225 nmol/L
TSH: <0,01 μU/ml

Risiko ketidakseimbangan elektrolit

3
Data Subjektif
        Pasien mengeluh diare 5 ×/hari
        Pasien mengeuh mual muntah

Data Objektif
        Nafsu makan pasien tampak menurun
        Mukosa klien tampak kering
        Bising usus pasien 21x/menit

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakmampuan mencerna makanan
4
Data Subjektif
        Pasien mengeluh tangan sering gemeteran
       Pasien mengeluh mudah berkeringat
        Pasien mengeluh cepat lelah
        Pasien merasa otot kakinya lemah, terutama saat menaiki tangga

Data Objektif   -
Hambatan mobilitas fisik
Gangguan metabolisme

3.6 DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
       1
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
       2
Risiko ketidakseimbangan elektrolit
       3
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
       4
Hambatan mobilitas fisik b.d Gangguan metabolisme

3.7 INTERVENSI
No
Hari/Tgl
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
       1


Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam masalah volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil :
               Diare tidak ada
             Tidak merasa lelah    Tidak berkeringat berlebih
              Turgor kulit normal
.      Membran mukosa lembab

Mandiri:
- Manajemen cairan (4120)
     - Monitor tanda-tanda vital pasien
      -Monitor status hidrasi (misalnya membran mukosa lembab)
        -Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output
 -Monitor cairan (4130)
       - Tentukan apakah pasien mengalami kehausan atau gejala perubahan cairan (misalnya pusing, sering berubah pikiran, melamun)
        -   Periksa turgor kulit
       -   Monitor berat badan

Kolaborasi:

1. Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan isotonis (NaCl 0.9% atau Ringer Laktat).


       2.

Risiko ketidakseimbangan elektrolit : Kekurangan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x24 jam masalah risiko ketidakseimbangan elektrolit teratasi, dengan kriteria hasil:
        Diare tidak ada
        Tidak merasa lelah
     - Tidak berkeringat berlebih
      -   Turgor kulit normal     - Membran mukosa lembab
     -  Hasil pemeriksaan darah T4 bebas, T4 total, dan TSH dalam rentang normal
Mandiri:
Manajemen elektrolit (2000)
   - Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit
   -  Monitor nilai serum elektrolit yang abnormal 
    -  Monitor kehilangan cairan yang kaya dengan elektrolit (misalnya diare)
- Manajemen diare (0460)
   -   Monitor tanda dan gejala diare

Instruksikan pasien untuk memberitahu staf setiap kalo mengalami episode diare

Kolaborasi:
      - Konsultasikan ke dokter jika tanda-tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit muncul/memburuk
3

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam masalah keseimbangan nutrisi teratasi, dengan kriteria hasil :
Berat badan klien berangsur-angsur meningkat
Diare tidak ada
 Bising usus normal
Membran mukosa lembab
Mandiri:
Manajemen nutrisi (1100)
   -  Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk memenuhi kebutuhan gizi
    - Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
    - Monitor kalori dan asupan makanan
Bantuan peningkatan berat badan (1240)
    - Timbang pasien pada jam yang sama setiap hari
    - Diskusikan kemungkinan penyebab berat badan berkurang
  -  Dukung peningkatan asupan kalori
Kolaborasi:
     1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan klien
4.

Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan metabolisme
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam, masalah hambatan mobilitas fisik teratasi. Dengan kriteria hasil :
         Tidak merasa lelah
    Tidak mengalami tremor
      Kekuatan otot kaki berangsur-angsur meningkat
Mandiri:
Manajemen energi (0180)
    -  Gunakan instrumen yang valid untuk mengukur kelelahan
  - Monitor lokasi dan sumber ketidaknyamanan/nyeri yang dialami pasien selama aktivitas

Peningkatan latihan: latihan kekuatan (0201)
-  Tentukan tingkat kebugaran otot dengan latihan di lokasi atau menggunakan tes laboratorium (misalya maks berat beban yang diangkat
 Bantu pasien dalam mengekspresikan nilai, kepercayaan, dan tujuannya dalam melakukan latihan otot dan kesehatan
   -  Gunakan jadwal tindak lanjut untuk meningkatkan motivasi, membantu pemecahan masalah dan memonitor perkembangan



Kolaborasi :
    1.  Dengan fisioterapi dalam mengembangkan peningkatan mekanika tubuh, sesuai indikasi







BAB 4
PENUTUP



4.1 Kesimpulan
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana terjadi kelebihan sekresi pada hormon tiroid. Yang ditandai dengan Kegelisahan, iritabel, dan terus merasa khawatir ,Palpitasi ,Denyut nadi yang abnormal cepat saat aktivitas maupun istirahat,Tidak tahan panas dan terus berkeringat secara tidak lazim, Kulit kemerahan dengan warna salmon yang khas cenderung terasa hangat, lunak serta basah
Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari.Pada gilirannya,pituitari diatur sebagian oleh hormon tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek umpan balik dari hormon tiroid pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut hipothalamus,juga suatu bagian dari otak.pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif,tiroidektomi subtotal).


4.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis berharap agar kita memiliki gaya hidup yang sehat, seperti tidak merokok, mengurangi minum alcohol, tidak mengokonsusi yodium yang berlebih . sehingga kita dapat terhindar dari penyakit hipertiroid serta dapat hidup dengan sehat.


4.3 Daftar Pustaka
 Kemenkes RI. 2012.  Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital. Jakarta: Kemenkes RI
 Pranoto, Agung.2012. Management Hyperthiroid and Hypothyroid. Surabaya: Universitas Airlangga
Bantarwati, Dias Aji, et al. 2013. Hubungan Pajanan Pestisida Dengan Kejadian Hipotiroid pada Wanita Usia Subur di Daerah Pertanian Hortikultura Desa Gombong Kecamatan Belik Pemalang.  (Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 12 No. 2 / Oktober 2013)
Riskesdas 2013
Soewond P, Cahanur R. Hipotiroidisme dan gangguan akibat kekurangan yodium. Dalam : penatalaksanaan penyakit-penyakit tiroid bag dokter. Departemen ilmu penyakit dalam FKUI/RSUPNCM. Jakarta. Interna publishing. 2008. 14-21
Jurnal kesehatan metro sai wawai volume VIII No. 2 Edisi Desember 2015 ISSN: 19779-469X
Baradero, Mary. 2009. Seri Asuhan keperawatan Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC